Langsung ke konten utama

Sempat Ada (Bagian 1)

Sialan, sembrono menembus pertahanan terkuatku.
Berani-beraninya. Dasar.
Mondar-mandir dengan riangnya.
Sialan lagi. Aku penasaran.

Kulari keatas, kau sudah diatas.
Kau bermain lompat tali di pikiranku.
Memang gila. “Marah aku haha—“
Sialan sungguh kepalang. Aku sangat penasaran.

Kau tahu dek, aku cukup bisa dibilang tua kalau soal angka.
Lalu kau cukup mudah menggiring bola mataku kemanasaja.
Bodoh. Tapi sebentar. Permainanmu asik juga.
Penasaranku disempurnakan, kau misterius.

Suka? Aku paling menolak teori suka pandangan pertama.
Tapi dengan segala hormat. Aku beralasan,
aku munafik sekali ini saja.
Lalu malaikat bersayap jingga itu mengedipkan
mata kanannya padaku. “Baiklah aku kesana”.

Dasar sudah kubilang, “kau misterius sekali”.
Pada rekan kutitipkan pula jika ku dapatkan
raut beku yang membungkus mata sayu itu—
aku berhenti di petak ini.

dan benar benar berhenti.

Kemudian cerita dimulai dari sini.


Berkelanjutan, 
Aldike



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Muram

Rembulan tampak menyinari malam,  wajahmu tampak cukup muram Berlama-lama dalam kabut pelik penuh raut terpaut dalam pedih, geraman berdesis sejenak dan memejam Matamu terlalu berbohong pada permintaan dilemparnya mendung keawan yang bukannya satu kesatuan? sama tidak juga selalu jauh dari perih biru diberi putih masih saja bersedih Tidak aku tidak butuh meminta ini hanya gejala saja bukan kau tapi aku nanti kau juga tahu aldike

Sempat Ada (Bagian 2)

Aku seperti sedang menikmati candu paling hebat. Masuk lewat pori-pori, menembus organ paling peka lalu memenuhi kepalaku seketika. Waktu begitu sigap, Membawa kita lari dari asing. Pertemuan. Aku bosan menggambar angan. Seketika kekuatan tekad mempertuan.